Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bu Sulimah dan Tompo Anyaman Bambu

Ibu Sulimah Produksi Tompo Dari Anyaman Bambu

uripkuiurup.com - Saat saya masih kecil dulu, sekitar tahun 80-90 han, banyak sekali dijumpai masyarakat yang memanfaatkan kerajinan anyaman bambu untuk kebutuhan sehari-hari, misalkan saja ada kukusan, tampah, tompo, besek, cikrak, capil, gedek dan lain sebagainya.

Namun seiring dengan perjalanan waktu, kerajinan dari anyaman bambu tersebut kian punah, fungsi dari anyaman bambu itu telah digantikan dengan produk-produk pabrik, yang berbahan baku plastik ataupun alumunium, karena mungkin bagi masyarakat produk yang dari plastik tersebut harganya relatif lebih murah.



Persaingan pasar memang hal yang tidak bisa dihindarkan, menurunnya permintaan konsumen terhadap kerajinan dari anyaman bambu, menyebabkan juga semakin sedikit pengrajin anyaman bambu yang bertahan berproduksi, atau kalaupun masih berproduksi hanya dengan jumlah yang terbatas saja.

Sebagaimana Ibu Sulimah, warga Desa Jeblog Kecamatan Talun Kabupaten Blitar, telah memproduksi tompo dari anyaman bambu sudah hampir 10 tahunan, itupun sifatnya hanya dibuat sampingan saja, ketika pas waktu longgar, dan atau pas tidak ada orang yang minta jasanya kerja di sawah. Sedangkan keterampilan membuat tompo dari anyaman bambu tersebut, beliau dapatkan dari orang tuanya secara turun temurun.


Sementara ini, ada tiga jenis tompo yang di produksi oleh bu sulimah, yakni tompo yang kategori ukuran kecil, sedang dan besar. Harga yang dibandrolpun juga bervariasi, tergantung ukuran tompo, namun secara keseluruhan kisaran harga tompo yang di produksi bu sulimah dihargai 2000 sampai 5000 rupiah per buah.

Sedangkan untuk pemasaran tompo, bu sulimah sudah ada dua langganan pengepul, yang satu didaerah kecamatan kanigoro, dan satunya lagi di daerah kecamatan talun, biasanya setiap tiga minggu sampai dengan satu bulan, para pengepul tersebut mengambil atau menghubungi bu sulimah untuk meminta barang. Selain diambil pengepul, terkadang juga ada pesanan dari tetangga sekitar, yang digunakan untuk wadah makanan pengganti marang (berkatan).


Bagi bu sulimah, membuat tompo dari anyaman bambu ini sangat menyenangkan, karena meski hanya sebatas sampingan, tetapi bisa menambah pemasukan keuangan keluarga nya. Setidaknya ada 250 ribu sampai 700 ribu rupiah perbulan, yang dikantongi beliau dari hasil produksi tompo tersebut, tergantung jumlah permintaan pasar di bulan itu.

Dalam pembuatan tompo hingga jadi layak jual, ternyata dibutuhkan proses yang lumayan panjang dan rumit, yang pertama mencari bahan baku bambu dengan jenis bambu apus, biasanya bu sulimah bisa mendapatkan di tetangga-tetangga sekitar, tetapi jika tidak didapatkan, baru beliau mencari ke desa-desa sekitar, karena langsung dari yang punya bambu apus, sehingga harga nya cukup murah, 10 ribu satu batang, dengan perjanjian memilih dan memotong sendiri.

Setelah bambu dibawa pulang, kemudian bambu di potong-potong sesuai ukuran, setelah itu di kerik atau di bersihkan bagian luar bambu, lalu bambu di belah dan di irati atau dibuang bagian yang tidak dibutuhkan. Bambu yang sudah di irati tersebut, lalu dikeringkan untuk mengurangi kadar air dan biar "ulet" kata beliau, setelah itu proses dianyam, dan kemudian dibekuk  dibentuk tompo. Tahapan finisingnya lalu tompo tersebut di blengkeri, dan blengkernya juga terbuat dari bambu, setelah itu di tali menggunakan tali dari menjalin, kata bu sulimah tali menjalin ini yang agak mahal, harganya kisaran 90 ribu rupiah per kilogram.


Jika dibuat rata-rata, untuk satu bahan baku preng apus, bisa menghasilkan 50 buah tompo yang ukuran kecil, sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi satu tompo, kurang lebih memakan waktu 30 menit. Kata bu sulimah proses tersulit dalam memproduksi tompo adalah di proses ngirati,  mblengkeri dan menali, karena butuh ketlatenan yang lebih.

Terkait produksi tompo dari anyaman bambu ini, Bu sulimah berharap permintaan pasarnya bisa selalu bagus, karena beliau berkeinginan tetap memproduksi dan meningkatkan produksi tompo tersebut. Meski usia beliau yang kini sudah menginjak paruh baya, yakni sekitar 47 tahunan, tak membuat beliau patah semangat, harapan akan kesuksesan ke lima anaknya adalah sebuah energi tersendiri dalam menjaga semangatnya.

Bu sulimah adalah salah satu penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH) di Desa Jeblog Kecamatan Talun sejak tahun 2012, dengan komponen PKH dua anaknya yang masih sekolah di tingkat SD, yang satu kelas 4 dan satunya lagi kelas 6 di tahun ini. Beliau berdo'a semoga bisa menyekolahkan kedua anaknya itu setinggi-tinggi  nya, melebihi kakak-kakanya yang sudah lulus sekolah semua, tak lupa beliau juga menyampaikan terimakasih kepada pemerintah, yang telah memberikan bantuan melalui PKH, yang sangat mengurangi beban beliau dalam memenuhi kebutuhan keluarga dan anaknya yang masih sekolah. (dairobi)