Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kopi Hitam, Obrolan Kehidupan dan Pencerahan 4

 

Kopi Hitam, Obrolan Kehidupan dan Pencerahan 4
uripkuiurup.com - Sambil mengaduk kopi hitamnya, Ki Jambon bertanya. "Mas, sudah melanjutkan kuliah lagi?". Belum sempat aku menjawab, Ki Jambon dengan bertubi-tubi menasehatiku, seakan ia sudah tahu apa jawabanku. "Pendidikan itu penting, Mas, minimal bisa membuka cakrawala baru berfikir" dan bla bla bla.

Sambil tersenyum dan garuk garuk kepala, aku hanya diam dan mendengarkan ceramahnya. Saat Ki Jambon menyeruput Kopi Hitamnya, barulah aku menyahut.

"Aku pernah membaca salah satu buku tentang pendidikan sebagai alat untuk membebaskan masyarakat dari penindasan dan ketidakadilan," kata ku, mencoba mengalihkan topik ceramhnya Ki Jambon.

"Tentang memberdayakan individu untuk berpikir kritis, mengembangkan kesadaran akan realitas sosial, dan bertindak untuk mengubahnya." Lanjutku.

"Menarik," sahut Ki Jambon, "Pendidikan memang harus membantu orang memahami posisi sosial mereka, dan bertindak untuk memperjuangkan keadilan."

Aku mengangguk setuju, "lanjutkan Ki," tukasku.

"Pendidikan bukan hanya tentang pengetahuan, tetapi juga tentang membangun kesadaran dan kemampuan untuk bertindak."

"Sepakat, Ki," ujarku sambil menyeruput kopi hitam. "Pendidikan pembebasan juga memungkinkan untuk melihat situasi dari sudut pandang yang berbeda dan bertindak secara bijaksana."

Ki Jambon mengangguk sambil mengacungkan jari jempolnya. "Tepat sekali, Mas. Dan jika kita berbicara tentang perjuangan cinta, terkadang kita juga perlu belajar untuk membebaskan diri dari ekspektasi sosial yang membatasi."

"Apa maksudnya, Ki?" tanyaku, penasaran.

Ki Jambon tersenyum sambil bercerita, "Bayangkan ada sekelompok gajah yang hidup damai di hutan. Namun, saat hutan mereka ditebang untuk lahan pertanian, gajah-gajah itu dijinakkan untuk membantu petani. Salah satu gajah jantan, bernama Gendut, selalu merasa tidak cukup baik karena ia lebih gemuk dari gajah-gajah lainnya."

"Apa yang terjadi pada Gendut?" tanyaku.

Ki Jambon melanjutkan, "Awalnya, Gendut merasa rendah diri dan tidak mampu melakukan apa pun. Namun, dengan pemahaman pendidikan pembebasan, Gendut mulai menyadari bahwa kelebihannya adalah kekuatan, bukan kelemahan. Dia belajar untuk menerima dirinya apa adanya dan akhirnya menjadi pemimpin yang dihormati di antara gajah-gajah lainnya."

"Aku mengerti," ujarku sambil tersenyum. "Jadi, pendidikan pembebasan tidak hanya tentang pemahaman diri, tetapi juga tentang membebaskan diri dari norma sosial yang membelenggu."

Ki Jambon mengangguk. "Kita semua memiliki potensi untuk berkembang dan menjadi versi terbaik dari diri kita sendiri. Yang penting adalah kita terus belajar dan berkembang, serta tidak terjebak dalam ekspektasi yang tidak sehat."


Bersambung...