Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Andai Waktu Bisa Diulang: Kopi Hitam, Obrolan Kehidupan dan Pencerahan 8

 

Andai Waktu Bisa Diulang: Kopi Hitam, Obrolan Kehidupan dan Pencerahan 8

uripkuiurup.com - Malam itu, angin berhembus pelan menyisir pepohonan di halaman rumah Ki Jambon. Sinar bulan mengintip malu-malu dari balik awan, seakan tak ingin mengganggu percakapan kami. Aku duduk di beranda rumahnya, ditemani secangkir teh hangat yang baru saja diseduh oleh istrinya.

Ki Jambon, pria pria paruh baya, duduk di sebelahku. Wajahnya tampak tenang, penuh kedamaian, seolah tidak ada satu pun penyesalan yang menghantui pikirannya. Namun, malam itu, aku datang dengan satu pertanyaan yang telah lama terpendam dalam benakku.

"Ki," kataku membuka percakapan. "Andai waktu bisa diulang, apa yang akan Ki Jambon lakukan?"

Ki Jambon menatapku dalam-dalam. Ia tersenyum, namun sorot matanya menyiratkan pemikiran yang dalam. Sejenak ia terdiam, seolah menimbang kata-kata yang tepat sebelum menjawab pertanyaanku.

"Aku telah menjalani hidup ini dengan banyak pilihan," katanya pelan. "Sebagian baik, sebagian buruk. Namun, jika waktu bisa diulang, ada satu hal yang mungkin akan kulakukan dengan berbeda."

Aku mendekat, penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh pria bijak ini. "Apa itu, Ki?"

Ki Jambon menghela napas panjang sebelum melanjutkan. "Aku akan lebih banyak mendengarkan."

"Mendengarkan?" tanyaku bingung. "Apa maksud nya Ki?"

Ia tersenyum lagi, kali ini lebih lebar, menunjukkan giginya yang sudah tak lengkap. "Banyak di antara kita yang terlalu sibuk berbicara, memikirkan apa yang harus kita katakan selanjutnya. Kita lupa bahwa di dunia ini, banyak pelajaran bisa didapat hanya dengan mendengarkan. Mendengarkan alam, mendengarkan orang lain, dan yang terpenting, mendengarkan hati nurani kita sendiri."

Aku terdiam, mencerna kata-kata Ki Jambon. Ada kebenaran dalam ucapannya yang sederhana itu. Dalam hidup yang penuh dengan kesibukan dan kebisingan, sering kali kita lupa untuk berhenti sejenak dan mendengarkan.

"Ki," kataku lagi setelah beberapa saat. "Apakah itu artinya Ki menyesal tidak mendengarkan?"

Ki Jambon menggeleng pelan. "Bukan penyesalan, mas. Aku hanya berpikir, mungkin jika aku lebih banyak mendengarkan, aku akan lebih memahami kehidupan ini. Akan lebih banyak kesempatan yang mungkin aku lewatkan karena terlalu terburu-buru mengambil keputusan. Tapi pada akhirnya, setiap keputusan membawa pelajaran tersendiri, dan itulah yang membuat hidup ini begitu berharga."

Malam semakin larut, namun percakapan kami terus berlanjut. Ki Jambon berbicara tentang masa lalunya, tentang kebijaksanaan yang ia dapatkan dari mendengarkan orang-orang di sekitarnya, dan bagaimana ia akhirnya belajar untuk mendengarkan dirinya sendiri.

Di perjalanan pulang, di bawah sinar bulan yang semakin terang, aku merasa tenang. Percakapan dengan Ki Jambon malam itu mengajarkanku satu hal: hidup ini tidak sempurna, dan kita mungkin tidak akan pernah bisa mengulang waktu. Namun, setiap momen yang kita jalani adalah kesempatan untuk belajar, dan itulah yang membuat hidup ini layak dijalani.